Showing posts with label ITB. Show all posts
Showing posts with label ITB. Show all posts

Tuesday, 29 August 2017

Indonesia Kembangkan Kapal Selam Mini

Konsep kapal selam mini Indonesia [Panji M]

Indonesia akan membentuk konsorsium untuk mengembangkan kapal selam mini yang ditargetkan selesai pada 2025, kata Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Wahyu W Pandoe.

"Saat ini konsorsium tersebut sedang dijajaki dan akan dibentuk dalam waktu dekat," katanya di sela Seminar BPPT-Saab "Meraih Pertahanan yang Tangguh melalui Teknologi Pertahanan Bawah Air" di Jakarta, Selasa.

Konsorsium yang akan melibatkan BPPT, TNI, PT PAL, ITS, ITB, PT Risea, dan lembaga lain itu akan mengembangkan industri pertahanan bawah laut guna membangun kemandirian bangsa.

Prototipe kapal selam mini tersebut rencananya dibangun dengan dimensi 32 meter x 3 meter yang mampu menyelam di kedalaman 150 meter di bawah laut selama 2-3 hari dengan kapasitas 11 awak.

"Ini hanya sasaran antara, tujuan berikutnya adalah mengembangkan kapal selam ukuran besar jenis U209. Penguasaan teknologi bawah laut sangat penting untuk negara maritim sehingga harus dimulai dari sekarang," kata Wahyu.

Untuk mengembangkan kapal selam ini, BPPT mulai menjajaki kerja sama dengan Saab, industri pertahanan Swedia yang bersedia melakukan alih teknologi pertahanan bawah air.

Kepala Bagian Program dan Anggaran Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPPT Dr Fadilah Hasim mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menguasai teknologi bawah laut.

BPPT, ia menjelaskan, juga memiliki berbagai laboratorium yang mendukung alih teknologi bawah laut seperti Balai Teknologi Hidrodinamika, Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika, Balai Besar Kekuatan Struktur, Balai Teknologi Mesin Perkakas Produksi dan Otomasi, Balai Teknologi Polimer dan Balai Teknologi Termodinamika Motor Propulsi.

"Negara yang mengembangkan teknologi kapal selam tidak banyak di dunia, misalnya AS, Rusia, Perancis, Jepang, dan Korea Selatan dan cukup sulit untuk melakukan alih teknologi, khususnya negara anggota NATO. Sedangkan Swedia karena bukan anggota NATO, sehingga lebih terbuka dalam alih teknologi," katanya.

Manajer Teknologi Saab Kockums Swedia, Roger Berg, mengatakan perusahaannya telah 100 tahun mendesain dan memproduksi kapal angkatan laut dan telah 100 tahun mengembangkan kapal selam serta sedang mengembangkan program kapal selam modern, A26 Kockum Class.

Teknologi kapal selam terbaru yang dikembangkan Swedia adalah kemampuan tinggal di kedalaman laut dalam waktu lama dengan nyaman, kemampuan dalam menghadapi tekanan dan kemampuan mendeteksi ancaman serta penggunaan energi ramah lingkungan, kata Berg.
 

  Antara  

Tuesday, 22 August 2017

TNI AU Butuh 11 Satuan Drone MALE

✈️ Tahun 2022 Indonesia akan Punya Drone Canggih Buatan Dalam Negeri✈️ Ilustrasi UAV Anka, Dalam kajian BPPT, TNI AU membutuhkan 11 pangkalan drone, dimana setiap pangkalan terdiri dari 3 unit done MALE [cio]

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menargetkan Indonesia memiliki pesawat nir awak atau drone mata-mata ketahanan tinggi buatan dalam negeri pada 2022. Hal tersebut sesuai dengan target Program Pengembangan Drone Medium Altitude Long Endurance (MALE) Nasional yang saat ini sedang dikembangkan.

"Kita harapkan mulai 2020-2022 proses sertifikasi. termasuk uji terbang. Diharapkan 2022 bisa produksi," ucap Wahyu Widodo Pandoe, Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT saat ditemui di Gedung BPPT pada Senin, 21 Agustus 2017.

Program pengembangan Drone MALE ini akan dilakukan sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia dan dilakukan di dalam negeri dengan segala sumberdaya yang ada. Untuk merealisasikannya, BPPT membentuk konsorsium dengan Kementerian Pertahanan dan TNI AU sebagai pengguna, ITB sebagai mitra perguruan tinggi, PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra industri pembuatan pesawat, serta PT LEN Persero yang akan mengembangkan sistem kendali dan muatan.

Drone MALE ini akan memiliki jangkauan jelajah operasi 5000 kilometer non-stop dengan ketahanan terbang tinggi selama 24 jam, siang dan malam. Dengan kemampuan tersebut, Drone MALE akan digunakan untuk membantu Kementerian Pertahanan. Wahyu mengatakan drone MALE bisa dimanfaatkan oleh TNI Angkatan Udara untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara.

Berdasarkan kajian awal BPPT, TNI AU membutuhkan 33 drone untuk menjaga pertahanan negara. Diperkirakan satu pangkalan drone membutuhkan 3 unit drone yang terdiri atas 1 unit operasional, 1 unit standby, dan 1 unit perawatan. Ditargetkan Indonesia memiliki 11 pangkalan drone untuk melakukan kegiatan mata-mata mengawasi udara di perbatasan Indonesia.

Program pengembangan drone MALE tengah dalam tahap Proof of Concept (PoC). Pada 2018 drone MALE akan memasuki tahap manufacturing prototype termasuk pengadaan komponen flight control system, dan memasuki uji terbang pada tahun 2019. Proses kegiatan pada tahun 2018-2019 tersebut rencananya akan dibiayai oleh BPPT dan Kementerian Pertahanan.

Program pengembangan Drone MALE sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak 2015. Pada tahun itu drone MALE berada pada tahap desain dan masuk tahap preliminary design pada 2016.

Total proses pengembangan drone MALE membutuhkan tujuh tahun hingga dapat digunakan pada 2022.

Wahyu mengatakan bahwa waktu proses drone tersebut wajar, dan tidak tergolong lama. "Desain memang butuh panjang, tidak bisa setahun," ujarnya. "Waktu kita sebetulnya luar biasa cepat jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya Turki yang sampai 9 tahun."

  ✈️ Tempo  

Tuesday, 1 August 2017

Mahasiswa ITB Ciptakan Giroskop Militer Pertama Indonesia

Giroskop Fortar buatan ITB [def.pk]

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan giroskop militer pertama di Indonesia yaitu perangkat untuk mengukur atau mempertahankan orientasi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip momentum sudut.

Dilansir dari laman itb.ac.id, di Bandung, Selasa, giroskop militer pertama di Indonesia ini diciptakan oleh Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013) dan tim.

Ardinda dan timnya menciptakan G-FORTAR (Gyroscope for Military), sebuah giroskop serat optik yang diharapkan mampu menjadi giroskop pertama buatan putra-putri Indonesia.

Salah satu anggota tim G-FORTAR Megan Graciela Nauli menuturkan, berbekal cita-cita Presiden RI poin pertama tentang kehadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara, tim dari ITB ini tergerak untuk menciptakan perangkat militer tersendiri.

"Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat mewujudkan Nawacita yang dicanangkan pak Jokowi, jadi pengen bisa mandiri dalam alat-alat sistem senjata," ujar Megan.

Ia mengatakan, di antara komponen utama alat utama sistem persenjataan (alutsista) adalah sebuah sistem navigasi inersial yang di dalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut.

Sensor yang disebut giroskop ini, kata dia, memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.

Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai adalah giroskop berjenis serat optik, dan giroskop jenis ini banyak dipilih karena terbilang praktis dalam penggunaan serta mampu memberikan hasil yang lebih presisi.

Namun sampai hari ini 100 persen giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih berasal dari impor.

Menurut Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia.

"Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer," kata dia lagi.

Penelitian tentang giroskop serat optik awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun tidak terselesaikan.

"BPPT pernah juga mau meneliti tentang ini, tapi nggak kesampaian," kata Megan pula.

Meskipun begitu, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung penelitian G-FORTAR ini.

G-FORTAR merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista.

Dengan memanfaatkan gelombang cahaya, giroskop ini diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih presisi dibandingkan giroskop mekanik. Perangkat keras giroskop mengukur kecepatan angular perangkat dengan memanfaatkan interferensi gelombang cahaya.

Hasil pembacaan giroskop ini kemudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Kalman filter untuk diolah sinyalnya. Pengolahan sinyal ini berfungsi mereduksi galat, sehingga bacaan giroskop lebih akurat.

 Kendala Perancangan G-FORTAR

Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014) ini, adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen.

"Kendala pada barang-barangnya, sebagian besar masih impor. Karena di sini susah dan kalau impor lama," kata dia lagi.

Megan juga menyatakan bahwa masih kurang pengalaman dalam menangani serat optik juga merupakan kerikil dalam penelitian ini, selain mahal harga alat-alat yang berhubungan dengan optik.

Walaupun begitu, bantuan dari berbagai pihak seperti PT Telkom akhirnya mampu membuat G-FORTAR selesai dibuat, sebelum dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa diperkecil lagi. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri.

Ukuran giroskop yang lebih kecil akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.

Pengembangan G-FORTAR yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih aktif dalam rangka menuju Indonesia mandiri pada aspek teknologi alutsista.

Tim G-FORTAR juga mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITB sendiri atau masyarakat luas agar pengembangannya semakin baik, sehingga manfaatnya semakin cepat dirasakan oleh kemiliteran Indonesia.
 

  antara  

Sunday, 30 July 2017

RI – Korea Lakukan Kerjasama Pengembangan Pesawat Jet Tempur Generasi 4.5

Libatkan ITB Untuk pengembangan kedepanDesain pesawat tempur KFX/IFX [Mildom] ★

D
alam meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional dan kemandirian teknologi nasional terkait dengan kemampuan memelihara dan mengembangkan pesawat tempur, Pemerintah Indonesia melalui Kemhan RI dan Pemerintah Republik Korea melakukan kerjasama pengembangan pesawat jet tempur generasi 4.5.

Pengembangan pesawat jet tempur jenis KF-X/IF-X ini merupakan implementasi kerjasama strategis antara Pemerintah RI dalam hal ini PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) dan Pemerintah Korea Selatan, yang ditandatangani pada 2006 lalu. Hal tersebut terungkap dalam acara jumpa pers antara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemhan RI Dr. Ir. Anne Kusmayati, M.Sc dengan awak media yang di Balai Media Kemhan, Jumat (28/7).

Pengembangan pesawat tempur secara mandiri lebih menguntungkan karena desain pesawat yang dibuat dapat menyesuaikan dengan persyaratan operasional dari PT DI. Kini, program tersebut masih dalam tahap peningkatan kesiapan teknologi PT DI untuk melakukan Engineering Manufacture Development (EMD).

Rencananya, KF-X/IF-X akan diluncurkan pada tahun 2021 untuk mendapat sertifikasi rancang bangun. Paling lambat pada tahun 2026, prototype atau purwarupa akan dioperasikan untuk memastikan pesawat dapat terbang dan bermanuver dengan baik, sesuai spesifikasi operasional.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiRDVEZgVDCiEI43SLN0pZXbA2_QTVgATrSxZCepjLMHLUe46LHWGD8YG-GoZkaBGmuCXI6coiP8EzsAf8MbF1WuN3gs3lw2rKne1GYhuRtWdGtfbhIPnIq0XKfYy06Atrz39gWy7PBe7J/s1600/1496980790sheldon+kfx.jpg[Sheldon]

Program pengembangan pesawat jet tempur KF-X/IF-X ini akan menjadi titik bangkit Indonesia dalam kemandirian industri pertahanan karena secara langsung akan mempengaruhi peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas dan infrastruktur PT. DI selaku industri pertahanan nasional dalam bidang kedirgantaraan.

Saat ini PT. DI telah mengirimkan 81 tenaga ahli ke Korean Aerospace Industry (KAI) di Sacheon City untuk mendapatkan pembekalan tentang sistem dan standar prosedur kerja di KAI. Disamping memperkuat PT. DI selaku industri pertahanan nasional yang akan terlibat langsung sebagai sub bagi KAI, Kemhan RI juga melakukan kerjasama dengan ITB dan Cranfield University untuk program post graduate dan program doktoral dalam rangka untuk melakukan pengembangan dan prototype.

Saat ditemui awak media dalam jumpa pers yang dimoderatori Kapuskom Publik Brigjen TNI Totok Sugiharto, S.Sos, Kabalitbang mengungkapkan bahwa dari segi biaya reparasi, memproduksi pesawat tempur sendiri lebih murah. Karena dapat menekan biaya operasional yang mencakup biaya produksi dan komponen, selain itu, akan lebih mudah dalam urusan perawatan (maintenance), perbaikan (repair), dan pembaharuan (upgrade) karena dapat dilakukan sendiri.

Sementara, urusan modifikasi dan integrasi persenjataan juga mudah karena tidak perlu menunggu persetujuan dari produsen pesawat dan rencananya pesawat tempur ini nantinya akan dipasarkan ke negara-negara Asia Pasifik. (ERA/RAF)

  Kemhan  

Sunday, 16 July 2017

BPPT Siap Uji Pesawat Nirawak MALE

Pada 2019Drone MALE TAI Anka akan di produksi PT DI [Youtube]

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama dengan konsorsium siap menguji pesawat udara nirawak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) di 2019.

"Ke depan yang MALE kita kembangkan. Itu bisa terbang dengan jangkauan lebih jauh, muatan lebih banyak, durasi terbang lebih lama bisa 24 jam, digunakan untuk surveillance (pengawasan) perbatasan karena sifatnya lebih ke arah untuk pertahanan dan keamanan," kata Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe di Jakarta, Ahad.

Pembuatan prototipe untuk PUNA jenis ini, menurut dia, akan selesai pada 2018.

Kepala Program Drone BPPT Joko Purwono mengatakan MALE akan sudah bisa diuji coba pada 2019. Kolaborasi pengerjaannya dilakukan BPPT dengan konsorisum yang di antaranya ada PT Dirgantara Indonesia, PT LEN, Kementerian Pertahanan dan Keamanan hingga Institut Teknologi Bandung (ITB).

Berbeda dengan pesawat udara nirawak yang lebih kecil yang dikembangkan BPPT seperti Alap-alap yang berbahan bakar bensin dengan oktan 98, menurut Joko, nantinya MALE yang berukuran lebih besar akan menggunakan avtur.

Pesawat ini dikembangkan untuk mampu terbang selama 24 jam dan mencapai ketinggian hingga 30.000 kaki, dengan tidak hanya membawa kamera tetapi juga radar.

Sebelumnya BPPT telah mengembangkan beberapa jenis PUNA seperti Wulung dan Alap-alap PA-4 serta Alap-alap PA-5. Wulung yang dikembangkan untuk surveillance mampu terbang hingga radius 120 kilometer (km) selama empat jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 8.000 kaki.

Sedangkan Alap-alap PA-4 yang pada Sabtu (15/7), mulai menjalani uji coba untuk memetaan jalur kereta api cepat Jakarta-Surabaya pada segmen Cirebon-Tegal sejauh 86 km sudah masuk Tahapan Kesiapan Teknologi (Technology Readiness Level/TRL) 8-9, yang artinya siap diproduksi.

PUNA seberat 30 kilogram ini dilengkapi dengan kamera Sony Alpha6000 beresolusi 24 megapixels (6000x4000 pixels) seberat 344 gram dan lensa Sony E-Mount Lens 20 mm.

BPPT juga mengembangkan Alap-alap untuk fungsi yang sama yakni pengawasan. Uji coba terbang selama tujuh jam nonstop yang menjelajah wilayah seluas 635 km telah dilakukan di Pangandaran.


  antara  

Tuesday, 6 June 2017

BPPT Kerjasama Peningkatan Kecepatan Kereta Jakarta-Surabaya

Dari rencana pra-FS, kecepatan maksimal hanya 160 km/jam Kereta Bima Express (Bagus Widyanto / commons.wikimedia.org)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) prastudi kelayakan peningkatan kecepatan Kereta Api Jakarta-Surabaya.

"Kerja sama ini dilakukan untuk memperoleh gambaran objektif dalam rangka pengambilan keputusan mengenai pemilihan teknologi, perancangan dasar pada koridor jalur kereta api terpilih, skema pembiayaan serta rencana implementasi proyek," ujar Kepala BPPT Unggul Priyanto di Gedung Rektorat ITB, Kota Bandung, Selasa.

Unggul mengatakan, kerja sama ini dilakukan berdasarkan perintah dari Kementerian Perhubungan untuk melakukan kajian awal atau pre-feasibility studies (pra-FS) dengan menggandeng tiga Perguruan Tinggi yakni ITB, Universitas Diponegoro, dan Institut Teknologi Sepuluh November.

"Diputuskan akan mengambil keputusan kecepatan berapa. Nanti akan ada kajian per wilayah. Jakarta-Cirebon oleh ITB, Cirebon-Semarang oleh Undip, dan Semarang-Surabaya oleh ITS," kata dia.

Kerja sama tiga PT ini akan membantu tim perekayasa BPPT dalam menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang singkat. Selain itu, juga diharapkan dalam memanfaatkan laboratorium mekanika tanah untuk melakukan survei geoteknik.

Sebelumnya, pembangunan kereta api ini diharapkan dapat menyamai kecepatan KA Jakarta-Bandung yang bisa mencapai 300 km/jam. Namun dari rencana pra-FS, BPPT menyimpulkan maksimal kecepatan maksimal hanya 160 km/jam.

"Nah karena itu, PT KAI pengennya 6-7 jam. Ada juga semula Kemenhub lebih tinggi lagi kecepatannya, nanti dilihat kecepatan segitu bisa capai 4-5 jam. Maunya sama seperti Jakarta-Bandung, tapi kalau itu biayanya terlalu mahal," kata dia.

Dengan adanya kereta api Jakarta-Surabaya, kata dia, dapat menjadi jawaban atas padatnya arus lalu lintas udara Jakarta-Surabaya. Jika dikalkulasikan kecepatan kereta yang mencapai 160 km/jam bisa mendekati layanan penerbangan antar dua kota.

"Intinya, dapat mengalihkan (penumpang) dari udara ke kereta api, harganya pun nanti tidak akan jauh dengan tiket pesawat," kata dia.

Pra studi kelayakan ini direncanakan berakhir di bulan Desember 2017 dan BPPT akan menyerahkan laporan studi kepada Kementerian Perhubungan, dan Direktorat Jendral Perkeretaapian.

"Setelah studi selesai, pemerintah akan memutuskan kapannya. Kalau sudah disetujui, bisa diketahui, kapannya (pembangunan) tergantung kondisi keuangan," kata dia.

Sementara itu, Rektor ITB Kadarsah Suryadi menyambut baik kerjasama tersebut. Pihaknya akan membantu dengan menerjunkan tim dari ITB untuk melakukan studi baik dari sisi geohidrologi, geofisika, analisis data, perancangan, analisis teknik, termasuk kontur kebumian.

"Senang hati kami siap membantu kelancaran apa yang dikerjakan di BPPT. Salah satu cara berkolaborasi membantu apa yang ada di BPPT. Dengan kerjasama beban akan semakin ringan," kata dia.

Suryadi mengatakan, pihaknya pun siap membantu pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia saat kereta mulai beroperasional.

"Kami siap bergabung menyiapkan SDM, maupun mendukung penyediaan suku cadang. Memproduksi pasti industri, tapi desain suku cadang kami bisa berkontribusi," katanya.


  ★ Sinar Harapan