KRI Tarakan 905, salah satu kapal BCM (Bantu Cair Minyak) yang dimiliki TNI AL ☆
TNI Angkatan Laut kembali membuat kapal perang (KRI) modern . Kapal ini berfungsi sebagai kapal bantu cair minyak (BCM) di Batam . Mereka mempercayakan proyek pembuatan kapal tanker khusus ini di PT Batamec Shipyard yang sukses melaksanakan peletakan lunas pertamanya (keel laying) di Tanjung Uncang, Jumat (8/9) kemarin.
Perusahaan ini sendiri, merupakan salah satu perusahaan galangan kapal terbesar di Batam yang bergerak di bidang pembangunan kapal baru, perbaikan dan konversi kapal yang telah menerima penghargaan ISO 9001:2008 tentang sistem manajemen berkualitas, serta sistem keamanan dan kesehatan dari BS OHSAS 18001:2007, serta sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004.
Asisten Logistik Kasal Laksda TNI Mulyadi menyebutkan, secara umum, dipilihnya PT Batamec sebagai perusahaan pembuat kapal ini karena PT Batamec sudah memiliki berbagai fasilitas lengkap untuk pembuatan dan perbaikan kapal. Yakni berdiri di atas lahan sekitar 64 hektare dengan fasilitas seperti graving dock yang sudah dilengkapi 2 grantry crane berkapasitas 160 ton dan tinggi 32 meter.
Selain itu, sudah dilengkapi 3 buah slipway dengan masing-masing gantry crane berkapasitas 100 ton, ada juga Syncrolift berukuran 100 meter x20 meter x8 meter dengan kapasitas 3000 ton dan sudah dilengkapi gantry crane berkapasitas 140 ton, serta tiga buah dermaga, lima workshop pabrikasi, 3 mesin CNC Plasma yang mampu memproduksi 30 ton per hari, serta dilengkapi berbagai mesin seperti mesin bending, rolling, mesin bubut yang menunjang produktivitas perusahaan tersebut.
“Selain itu, ini juga merupakan dukungan dan pengabdian TNI AL dalam mendukung industri lokal dan menggunakan produk Alutsista buatan negeri sendiri, serta menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ujar Mulyadi usai peletakan lunas pertama (Keel Laying) kapal BCM milik TNI AL di Tanjunguncang, Jumat (8/9) kemarin.
Menurutnya, kapal tanker ini merupakan kapal ketiga milik TNI AL yang dibangun di Indonesia dan sudah menggunakan biro klasifikasi Bureau Veritas (BV). Tanker baru ini hadir dengan ukuran panjang 123,50 meter dan lebar 16,50 meter dengan kapasitas muat minyak 5500 meter kubik. Ke depan, kapal ini berfungsi sama seperti KRI Tarakan, yakni sebagai Auxiliary Support Vessel, yang mengisi bahan bakar kapal perang Angkatan Laut Indonesia saat beroperasi di laut.
“Rencananya kapal ini akan dioperasikan di gugus tugas wilayah armada bagian barat (Armabar,red), mengingat saat ini, kita kekurangan alat untuk wilayah ini,” ujar Mulyadi.
Tanker ini juga akan dilengkapi sistem Replenishment at Sea (RAS) yang memungkinkan kapal untuk mentransfer bahan bakar ke kapal-kapal lain saat dalam kondisi beroperasi dan pelayaran jauh. Kemampuan ini sangat bermanfaat dalam strategi kemiliteran, dimana waktu dan kecepatan merupakan hal yang sangat menentukan dalam situasi genting.
“Itu artinya, kapal tak perlu berhenti atau kembali ke pangkalan untuk sekedar melakukan pengisian bahan bakar. Misalkan, kita tak butuh kembali ke pangkalan di Natuna saat beropasi di perairan terluar. Kapal ini kita butuhkan saat beroperasi dalam menjaga batas-batas laut Indonesia di kawasan perbatasan,” jelasnya.
Yang jelas, tambah Mulyadi, kapal ini akan dioperasikan satuan tugas kapal bantu (Satban) dalam pengawalan dan penjagaan di laut Natuna Utara. “Kapal ini akan mengawal kapal-kapal perang kita yang beroperasi di perairan perbatasan seperti di Laut China Selatan yang butuh pengawalan khusus,” jelasnya.
Direktur PT Batamec Shipyard, Mulyono Adi menyebutkan ini menjadi kerjasama pertama mereka dalam mendukung TNI untuk pengadaan Alutsista dengan membuat kapal baru. “Ini yang pertama, tapi kalau maintenance atau perbaikan kapal sudah sering,” ujarnya.
Mulyono menyebutkan, karena kapal digunakan untuk kepentingan operasi, meski pun statusnya sebagai kapal tanker, namun mampu juga mengangkut logistik basah maupun kering untuk kebutuhan militer “Kapal ini telah mengalami penyempurnaan sehingga lebih aerodinamis dan modern,” jelasnya.
Sementara itu, rangkaian keel laying kapal ini sendiri menggunakan metode koin ceremonu. Metode ini merupakan sebuah tradisi yang biasa dipakai pada tahap awal pembangunan kapal. Caranya denga meletakkan koin pada bagian bawah lunas kapal yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan. Peletakan itu sendiri diserahkan oleh Mulyono Adi untuk diletakkan secara simbolis oleh Laksda Mulyadi sebagai mitra penerima dari TNI AL.
Proses keel laying ini dilaksanakan sekarang setelah enam bulan proyek berjalan karena PT Batamec, sesuai regulasi Marpol/Solas, mengikuti aturan pembangunan kapal mencapai satu persen dari total berat LWT. “Saat ini sudah menyelesaikan delapan blok setara berat 360 ton. Itu artinya pembangunan kapal sudah mencapai 1 persen, dan sudah bisa keel laying,” ujar Mulyono Adi.
Pembangunan kapal BCM ini diawasi oleh satgas dari TNI AL secara langsung yang dipimpin oleh kolonel laut (T) Hindarto sebagai Dansatgas.
Meskipun venue acara sempat banjir akibat hujan deras, namun acara tetap berlangsung sukses. Rencananya, pembuatan kapal ini akan selesai pada akhir 2018 mendatang.
Acara ini sendiri dihadiri juga Vice President PT Batamec Shipyard Heronimus Setiawan, Project Manager kapal BCM Harsya Damar Hadityo, beserta para karyawan Batamec, dan juga mitra perbakan dan rekanan. Sedangkan dari pihak TNI dihadiri Danlantamal 4 Tanjungpinang, Laksmana Pertama (P) Ribut Eko Suyatno, Danlanal Batam, Kolonel Laut (P) Ivong Wicaksono Wibowo, Kasubdis Adalut Kolonel Laut (T) Andi Djaswandi, serta para pejabat lingkungan dari Mabes TNI AL. (cha)
Sebelum Diproduksi Massal
Ujiterbang N219 PTDI ☆
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan pesawat N219 baru bisa diproduksi massal setelah PT Dirgantara Indonesia (Persero) menyelesaikan serangkaian tes. Pesawat hasil kerja sama LAPAN dan PTDI resmi melakukan uji terbang perdana pada Agustus lalu.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Agus Santoso, mengungkapkan ada 3 tes yang harus dilewati N219 sebelum digunakan sebagai pesawat komersial dan diproduksi massal.
"Jadi harus ada tahapan yang ditunjukkan mereka hingga mereka dapat sertifikasi. Ada 3 tes yang harus dilewati," kata Agus ditemui di Kemenhub, Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Ketiga uji tersebut meliputi tes penerbangan (flight test) selama 500-600 jam, Tes olah gerak (static test) untuk menguji sejauh mana pesawat ini mampu menahan beban maksimal, dan ketahanan tekanan (fatigue test) untuk mengukur seberapa panjang usia ekonomis pesawat.
Menurutnya, selain ketiga tes tersebut dilakukan secara paralel, uji terbang juga tak mesti harus selama 500-600 jam. Pihaknya menggunakan simulator untuk memastikan pesawat tersebut layak terbaik.
"Kalau tunggu 500-600 jam bertahun-tahun. Itu kami tes dengan menggunakan simulator dengan beberapa (sensor) secara langsung diletakkan di titik-titik pesawat. Agar PT DI bisa segera memenuhi pesanan yang datang," ungkap Agus.
Diungkapkannya, dirinya tak tahu kapan pesawat yang bisa terbang dari landasan 500 meter itu bisa dinyatakan lulus dari ketiga tes tersebut. "Itu saya enggak tahu, tergantung hasilnya," pungkasnya.
Model pesawat N245 [Defense Studies] ☆
Setelah sukses dengan uji terbang pesawat N219, PT Dirgantara Indonesia segera mengembangkan pesawat N245. Pesawat N245 merupakan turunan dari CN235 hanya saja tanpa dilengkapi dengan fasilitas ramp door atau pintu di bagian ekor pesawat.
PT Dirgantara Indonesia memperkirakan sertifikasi pesawat N245 butuh dana 225 juta dolar AS atau sekitar Rp 3 triliun. Dalam sertifikasi itu akan dilakukan pengujian komponen vital pesawat, seperti sistem avionik, sayap, kelengkapan kokpit, dan peralatan pendaratan. Proses itu ditargetkan rampung pada 2018.
”Biaya sebesar itu untuk membuat tiga prototipe (purwarupa) hingga merampungkan proses sertifikasi,” kata Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia, Arie Wibowo di Bandung, Rabu (6/9).
Arie mengatakan, saat ini, pengembangan N245 sedang dalam tahap desain awal. Menurut dia, targetnya pada 2018 selesai proses sertifikasi dan uji terbang dua tahun kemudian. Baru pada 2022, N245 dijadwalkan masuk pasar komersial.
Arie mengemukakan, potensi pasar N245 sangat besar di dalam negeri, terutama untuk melayani rute-rute yang berjarak antara 1 jam-1,5 jam melalui penerbangan.
”Di Indonesia belum banyak dijangkau penerbangan jarak pendek, seperti Surabaya-Jember, Bandung-Cirebon, Bandung-Pangandaran, yang kalau lewat jalur darat membutuhkan waktu agak lama. Sementara pesawat N219 nanti yang akan mengisi rute-rute perintis,” ujar Arie.
Arie juga menyinggung, kompetitor N245 adalah ATR 42 buatan Peransis. ”Namun, kami tidak khawatir karena keunggulan N245 dapat mendarat di landasan pendek kurang dari 1.000 meter. Banyak bandara di Indonesia yang kondisinya seperti ini, sedangkan pesawat kompetitor tidak mampu mendarat di landasan pendek,” ucapnya.
Menurut Arie, pangsa pasar pesawat kecil dan medium ini di Indonesia relatif besar, untuk N219 sekitar 100 unit. Sementara untuk N245 antara 50-80 unit. Apabila target pasar dalam negeri itu terpenuhi, target angka tersebut bagi PT DI sudah balik modal.
Potensi pasar untuk pesawat N219 dan N245 juga bukan saja di dalam negeri, melainkan di luar negeri. Secara geografis yang cocok dengan Indonesia di antaranya kawasan Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. ”Kami berharap pesawat ini disukai banyak konsumen dari sejumlah negara,” katanya.
Arie mengungkapkan, Pemerintah Turki melalui Turkish Aerospace Industries Inc (TAI) juga berminat menjajaki kerja sama dengan PT DI untuk menjual pesawat itu ke kawasan Afrika. Turki, menurut Arie, mengusulkan agar pesawat N245 juga diproduksi di negara itu. Hal ini untuk memudahkan pemasaran pesawat ke kawasan Afrika yang jaraknya lebih dekat dari Turki dibandingkan dari Indonesia. Dengan demikian akan lebih efisien.
”Tawaran Turki ini sedang dipertimbangkan, bentuk kerja samanya seperti apa. Namun, paling tidak tawaran ini juga menunjukkan pengakuan terhadap produk negara kita,” kata Arie.
Direktur Utama PT DI Elfien Goentoro mengemukakan, PT DI juga perlu bersinergi dengan perusahaan besar dunia seperti Airbus dan Boeing. ”Kami perlu beraliansi dengan perusahaan-perusahaan penerbangan dunia, tapi di sisi lain kita juga harus fokus pada pasar, misalnya pada negara kepulauan dengan memproduksi pesawat kecil dan medium,” ujar Goentoro.
Ilustrasi KCR 60 PT PAL [Hindawan H]
Pemerintah Senegal minati kapal buatan PT PAL Indonesia. Hal ini disampaikan Dubes RI untuk Senegal, Mansyur Pangeran, ketika bertemu dengan Direktur Utama PT. PAL Indonesia, Budiman Saleh, di kantor PT. PAL, Surabaya.
Kapal yang diminati untuk dibeli oleh Pemerintah Senegal adalah 6 kapal perang dan 4 kapal komersial, sebagaimana pernah disampaikan kepada Dubes RI oleh Babacar Ndiaye, Ketua Conseil d’Administration du Conseil Sénégalais des Chargeurs (COSEC), yang telah berkunjung ke PT. PAL beberapa waktu lalu.
Dirut PT. PAL menyampaikan bahwa potensi pasar Afrika yang cukup besar dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki PT. PAL dapat menjadi modal utama untuk bersaing dengan produk-produk negara maju lainnya.
PT. PAL memiliki keunggulan berupa teknologi tinggi, harga kompetitif, dan produk dapat di-customized sesuai pesanan.
Selain itu, citra Indonesia yang sangat baik di Afrika dari kesuksesan penjualan pesawat CN-235 ke Senegal dapat dimanfaatkan untuk melakukan penetrasi pasar produk-produk PT. PAL di Senegal dan negara-negara sekitarnya
Kesempatan Baik
Dubes Mansyur juga menyampaikan bahwa Senegal selama ini membeli kapal dari Perancis, dan saat ini merupakan kesempatan baik untuk Indonesia menawarkan kapal PT. PAL dengan keunggulan teknologi tinggi dan harga yang kompetitif.
Pelayanan purna jual produk Indonesia (CN-235) yang sangat baik diapresiasi oleh Pemerintah Senegal sehingga berminat membeli produksi industri strategis Indonesia lainnya. Dubes Mansyur mengharapkan agar PT. PAL serius dalam menindaklanjuti minat Senegal tersebut dan mengajak Dirut dan pejabat PT. PAL untuk berkunjung ke Senegal segera, guna merealisasikan kerja sama tersebut.
Menurutnya, pendanaan pembelian kapal tersebut dapat dijajaki melalui mekanisme pendanaan pihak ketiga dari AD Trade Belgium bekerja sama dengan Eximbank Indonesia.
Dirut Budiman Saleh meyambut baik kedatangan Dubes dan upayanya dalam mempromosikan produk PT. PAL di Senegal dan negara-negara sekitarnya.
Budiman secara singkat menyampaikan profil PT. PAL yang selain membuat kapal juga bekerja sama dengan Turki membuat floating power plant dan kapal selam (bekerjasama dengan Korea) serta menawarkan offshore platform untuk penemuan cadangan minyak di perbatasan Mauritania.
Dibeli Thailand Hingga Korea
CN235 Patmar ☆
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memosting foto pesawat CN235 di akun Facebook miliknya. Jokowi membanggakan pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) lantaran laris dibeli sejumlah negara.
"Inilah pesawat CN235 produksi PT Dirgantara Indonesia yang digunakan oleh Angkatan Udara Senegal di Afrika. Pesawat lainnya juga telah dikirim ke kepolisian Kerajaan Thailand dan penjaga pantai Korea Selatan," ujar Jokowi, dikutip dari akun Facebook resminya, Jumat (1/9/2017).
Jokowi mengatakan, di berbagai negara CN235 dikenal sebagai pesawat multiguna. Digunakan untuk evakuasi medis, angkut penerjun, kargo, sipil, maupun VIP dan VVIP.
Jokowi menambahkan, pengiriman pesawat CN235 bukan hanya perdagangan semata, melainkan juga sebagai diplomasi ekonomi.
"Pengiriman pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia ini bukan sekadar aksi perdagangan belaka, tapi sekaligus diplomasi ekonomi Indonesia di dunia," tutur Jokowi.
Selain Senegal, Thailand, dan Korea Selatan, Nepal juga membeli pesawat CN235 khusus untuk angkutan militer, yaitu CN235-220 Military Transport.
Pesawat CN235 sendiri terdiri atas tiga jenis, yaitu CN235-220 Civil, CN235-220 Military, serta CN235-220 Mission dengan berbagai kegunaan yang berbeda-beda. (hns/rvk)
Konsep kapal selam mini Indonesia [Panji M] ☆
Indonesia akan membentuk konsorsium untuk mengembangkan kapal selam mini yang ditargetkan selesai pada 2025, kata Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Wahyu W Pandoe.
"Saat ini konsorsium tersebut sedang dijajaki dan akan dibentuk dalam waktu dekat," katanya di sela Seminar BPPT-Saab "Meraih Pertahanan yang Tangguh melalui Teknologi Pertahanan Bawah Air" di Jakarta, Selasa.
Konsorsium yang akan melibatkan BPPT, TNI, PT PAL, ITS, ITB, PT Risea, dan lembaga lain itu akan mengembangkan industri pertahanan bawah laut guna membangun kemandirian bangsa.
Prototipe kapal selam mini tersebut rencananya dibangun dengan dimensi 32 meter x 3 meter yang mampu menyelam di kedalaman 150 meter di bawah laut selama 2-3 hari dengan kapasitas 11 awak.
"Ini hanya sasaran antara, tujuan berikutnya adalah mengembangkan kapal selam ukuran besar jenis U209. Penguasaan teknologi bawah laut sangat penting untuk negara maritim sehingga harus dimulai dari sekarang," kata Wahyu.
Untuk mengembangkan kapal selam ini, BPPT mulai menjajaki kerja sama dengan Saab, industri pertahanan Swedia yang bersedia melakukan alih teknologi pertahanan bawah air.
Kepala Bagian Program dan Anggaran Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPPT Dr Fadilah Hasim mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menguasai teknologi bawah laut.
BPPT, ia menjelaskan, juga memiliki berbagai laboratorium yang mendukung alih teknologi bawah laut seperti Balai Teknologi Hidrodinamika, Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika, Balai Besar Kekuatan Struktur, Balai Teknologi Mesin Perkakas Produksi dan Otomasi, Balai Teknologi Polimer dan Balai Teknologi Termodinamika Motor Propulsi.
"Negara yang mengembangkan teknologi kapal selam tidak banyak di dunia, misalnya AS, Rusia, Perancis, Jepang, dan Korea Selatan dan cukup sulit untuk melakukan alih teknologi, khususnya negara anggota NATO. Sedangkan Swedia karena bukan anggota NATO, sehingga lebih terbuka dalam alih teknologi," katanya.
Manajer Teknologi Saab Kockums Swedia, Roger Berg, mengatakan perusahaannya telah 100 tahun mendesain dan memproduksi kapal angkatan laut dan telah 100 tahun mengembangkan kapal selam serta sedang mengembangkan program kapal selam modern, A26 Kockum Class.
Teknologi kapal selam terbaru yang dikembangkan Swedia adalah kemampuan tinggal di kedalaman laut dalam waktu lama dengan nyaman, kemampuan dalam menghadapi tekanan dan kemampuan mendeteksi ancaman serta penggunaan energi ramah lingkungan, kata Berg.
Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Laut (Aslog Kasal) Laksamana Muda TNI Mulyadi (kedua kanan) mengamati skema pembangunan kapal saat pelaksanaan peletakan lunas (Keel Laying) kapal di PT PAL Indonesia (Persero), Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/8). Kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) pesanan TNI Angkatan Laut dengan panjang sekitar 124 Meter dan lebar 21,8 Meter tersebut untuk memperkuat dan mendukung armada Republik Indonesia./Didik Suhartono/zk/17.(antara jatim) ★
PT PAL Indonesia mempercepat proses pengerjaan kapal perang pesanan TNI AL jenis "Landing Platform Dock" (LPD) dengan melakukan "keel laying" (peletakan lunas) lebih cepat dari rencana awal.
Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh di Surabaya, Senin mengatakan dengan percepatan proses peletakan lunas diharapkan proses pengiriman atau penyelesaian kapal kepada pemesan, yakni TNI AL juga lebih cepat pada Oktober 2018 dari target rencana 28 Desember 2018.
Ia mengatakan proses pelaksanaan peletakan lunas kapal saat ini telah melebihi persyaratan minimal yang ditetapkan regulasi MARPOL/SOLAS, dimana untuk tahapan itu disyaratkan berat blok minimal 50 ton atau setara 1 sampai 2 blok saja.
Namun, kata dia, pada saat ini PT PAL Indonesia sudah menyajikan 12 blok kapal sekaligus, atau setara dengan berat hingga 400 ton lebih.
Selain itu, kata Budiman, dari total 5 tahapan proses pembangunan kapal, untuk tahapan ke-2 dilakukan 4 bulan lebih awal dari rencana pada tanggal 28 Desember 2017.
Langkah percepatan, kata dia, dilakukan untuk mengantisipasi pemenuhan target proyek multi years yang sangat ketat, sebab pada akhir tahun 2017 harus mampu mencapai progres minimal yang ditetapkan sebesar 40 persen.
"Pencapaian progres pada akhir Juli 2017 sebesar 21,72 persen dari rencana 11,50 persen, atau surplus 10,22 persen, dan kami optimistis dapat memenuhi target akhir tahun yang telah ditetapkan," katanya.
✈ Pesawat N219 [Republika]
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menargetkan bisa memproduksi pesawat N219 sampai 24 unit per tahun. Namun untuk mencapai target tersebut sejumlah proses dan tahapan yang perlu dilalui.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso menuturkan setelah melakukan serangkaian uji terbang diharapkan pesawat N219 sudah bisa diproduksi di akhir 2018. Sehingga pada 2019, diharapkan sudah berhasil memproduksi sebanyak 6 unit pesawat.
Di tahun berikutnya, kata Budi, jumlah produksi tersebut akan terus ditingkatkan sebanyak 12 unit pesawat sampai 24 pesawat setiap tahunnya. Dengan jumlah produksi tersebut biaya produksi akan semakin ekonomis dan bisa menguntungkan bagi perusahaan.
"Kita selesaikan akhir tahun depan (uji terbang). Kita produksi (akhir) 2018, 2019 mulai terbang tapi itu paling produksinya 6 pesawat. Terus naik jadi 12 pesawat. Target kami ini naik 24 pesawat per tahun produksinya," kata Budi, ditemui usai flight test ke dua, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (23/8/2017).
Menurut dia, untuk memproduksi secara pesawat hasil pengembangan bersama LAPAN pihaknya tidak perlu melakukan penambahan investasi baik dari alat dan juga aset. Saat ini saja, kata dia, kemampuan produksinya bisa mencapai 12 unit per tahun.
Pasalnya, Budi menjelaskan, sistem produksi pesawat (zig) untuk pembuatan purwarupa pesawat N219 bisa digunakan untuk melakukan produksi. Sehingga tidak perlu melakukan penambahan investasi.
"(Produksi) sampai 12 unit per tahun (fasilitas) yang ada sekarang cukup. Meski mesin zig dibuat untuk produksi prototipe, tapi mampu untuk produksi. Ini beda ketika dulu kami memproduksi N250, zig prototipe dan produksi berbeda," ujarnya.
Produksi pesawat N219 [Detik]
Sementara agar mampu memproduksi sebanyak 24 unit pesawat per tahun memang perlu menambah kawasan assembly atau perakitan. Namun hal itu bisa disiasati dengan memanfaatkan sejumlah hanggar kosong. Sehingga tidak perlu ada cost yang dikeluarkan terlalu besar.
"Untuk 24 unit per tahun memang perlu ada penambahan. Tapi ada hanggar kosong yang bisa dimanfaatkan. Jadi tidak terlalu besar investasinya," ujarnya.
Sejauh ini, dia menambahkan telah banyak perusahaan yang berminat membeli pesawat N219. Bahkan ada satu perusahaan asal dalam negeri yang ingin memesan 50 unit pesawat N219.
Tapi pihaknya, belum berani melakukan kontrak karena pesawat tersebut masih perlu melewati serangkaian pengujian untuk mendapat Type Certificate dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.
"Memang banyak yang sudah mau beli. Tapi kita belum berani lakukan kontrak. Karena kita harus yakin (terlebih dahulu) pesawatnya sesuai apa yang akan saya deliver nantinya. Ini kan masih perlu tes-tes untuk perbaikan," ujarnya.
Untuk diketahui, pesawat N219 dirancang menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat karya anak bangsa ini juga bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, militer, barang, evakuasi medis hingga bantuan saat bencana alam.
Pesawat ini mampu mengangkut beban hingga 7.030 kg saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.
Dapur pacu pesawat ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt dan Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kiri) dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berjabat tangan dalam peluncuran buku Komite Kebijakan Industri Pertahanan di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (23/8). Buku yang diluncurkan membahas tiga aspek, yaitu kebijakan strategis pembangunan dan pengembangan industri pertahanan, kebijakan pengendalian dan pengawasan penguasaan teknologi industri pertahanan, serta kebijakan standardisasi kelaikan produk alat peralatan pertahanan keamanan. ●
Industri pertahanan Indonesia ditargetkan mandiri tahun 2045. Pada tahun itu, minimal 85 persen alat utama sistem persenjataan yang ada di Indonesia berasal dari hasil produksi industri dalam negeri.
Dalam rangka mewujudkan kemandirian alat peralatan pertahanan keamanan (alpahankam), saat ini seluruh pemeliharaan alpahankam dilakukan di dalam negeri. Hal ini juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Sementara untuk alpahankam, pada tahun 2045 ditargetkan 85 persen alpahankam di Indonesia berasal dari dalam negeri. ”Saat ini dari dalam negeri 53 persen besarannya dan untuk tahun 2045 minimal 85 persen. Kami telah identifikasi ada sekitar 1.200 jenis alpahankam yang sebenarnya wajib diproduksi industri pertahanan nasional kita,” kata Staf Ahli Bidang Kerja Sama dan Ofset Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu dalam acara peluncuran dan bedah buku Kebijakan KKIP di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (23/8).
Buku tersebut berisi kebijakan terkait strategi pengembangan industri pertahanan nasional hingga tahun 2045. Hadir dalam acara peluncuran buku ini Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, petinggi KKIP, dan pimpinan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan. Kebijakan pengembangan industri pertahanan nasional dianggap penting karena akan memengaruhi kemandirian Indonesia dalam hal alutsista.
”Kalau sudah punya industri pertahanan yang mandiri, kita tidak akan terpengaruh lagi dengan negara lain. Kita akan memiliki kepercayaan yang sangat tinggi nantinya. Memang untuk industri ini bertahap karena dibutuhkan alih teknologi, peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia), dan sebagainya,” ujar Gatot.
Said menyampaikan, total aset industri pertahanan nasional saat ini sekitar Rp 17,3 triliun, dengan keuntungan (revenue) Rp 11 triliun.
Keuntungan tersebut diperoleh dari penjualan produk militer sebesar 70 persen, produk nonmiliter 15 persen, dan ekspor sebesar 15 persen.
Dalam pembangunan industri pertahanan, KKIP menilai diperlukan peran perguruan tinggi untuk membantu industri pertahanan dalam melakukan penelitian, pengembangan, dan rekayasa inovasi teknologi pertahanan.
Selain itu, dalam rangka mendukung pengembangan industri pertahanan, Kementerian Pertahanan telah menyiapkan 10.000 hektar lahan untuk memindahkan PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Pindad. Langkah itu dilakukan karena ketersediaan lahan industri pertahanan nasional dinilai sudah tidak memadai.
”Sudah saya siapkan. Yang penting tanahnya dahulu, karena sulit cari tanah. Tempatnya masih rahasia,” ujar Ryamizard. Gatot mengakui lahan PT Pindad di Bandung sudah terlalu kecil.
”Mungkin perlu direlokasi ke suatu lokasi yang ada pelabuhan, bandara, dan sebagainya,” ujar Gatot.
✈ Uji terbang kedua pesawat N-219 ]Detik]
Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali sukses menjalani flight tes (uji terbang) untuk kedua kalinya. Uji terbang kedua ini sebagai rangkaian untuk memenuhi waktu 300 jam yang harus dipenuhi agar mendapat Type Certificate.
Uji terbang Pesawat N219 kali ini sejatinya disaksikan oleh sejumlah menteri yaitu Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Menteri Ristek dan Dikti, Mohamad Nasir, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Namun para menteri tersebut tidak jadi hadir lantaran harus melaksanakan rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta. Meski begitu, uji terbang kedua Pesawat N219 tetap berlangsung dan berjalan sesuai rencana.
Peswat karya anak bangsa ini lepas landas sekitat pukul 09.15 WIB di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (23/8/2017). Selama kurang lebih 30 puluh menit Pesawat N219 terbang berputar-putar di langit Kota Bandung.
Kapten penerbang Esther Gayatri Saleh yang kembali dipercaya untuk menjadi pilot dalam pengujian kedua ini menyatakan semua berjalan dengan baik. Tidak ada satu kendala apapun dari pesawat sehinga dari mulai take off sampai landing tidak ada masalah dan berjalan mulus.
"Tadi ketinggian pesawat sampai 8.000 meter. Ini ketinggiannya sama seperti waktu tes sebelumnya," kata Esther usai melakukan uji terbang.
Dia menuturkan dari dua kali uji terban yang telah dilakukan pihaknya mengaku telah mendapat sejumlah data untuk mengetahui sejauh mana progres dari Pesawat N219. Tapi dia optimistis tahun depan N219 akan bisa mendapat Type Certificate sesuai dengan yang ditargetkan.
"Dua flight ini kita nanti dapat data, nanti kita analisa lagi. Seberapa cepat kita akan (lakukan). Tentu ada catatan-catatan (data teknis) yang perlu kita analisa. Kita akan terus collect data. Ada beberapa tes lagi, lalu kita tentukan waktu untuk tes selanjutnya," kata dia.
KRI 403 & 368 [KRI FKO]
Saat ini KRI Nagapasa (403) yang merupakan kapal selam pertama yang berhasil diproduksi PT. PAL bekerjasama dengan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME), tengah dalam perjalanan ke tanah air.
Rencananya kapal selam itu tiba di Indonesia pekan depan.
Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu, menyebut setelahnya akan ada dua unit kapal selam lagi yang akan diproduksi yang mana produksi terakhir mayoritasnya adalah hasil karya anak negeri.
Lalu setelah itu akan ada 12 unit lagi yang akan diproduksi.
“Nanti yang ketiga di Surabaya (produksinya), selanjutnya kita buat dua belas unit,” ujar Ryamizard Ryacudu kepada wartawan di kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2017).
KRI Nagapasa adalah kapal selam kelas cakra, yang nilai per unitnya mencapai 1,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) 1.400 ton.
KRI Nagapasa termasuk kapal selam jenis Type 209/140, yang bertenaga disel dan elektrik.
Kapal selam tersebut umumnya menggunakan tenaga disel untuk melaju di permukaan sembari mengisi baterai dan menggunakan tenaga baterai saat melaju di bawah permukaan laut.
Kelebihan dari menggunakan tenaga dari baterai untuk memutar baling-baling saat kapal selam berada di bawah permukaan laut, adalah kapal selam bisa melaju lebih senyap.
Dengan kekuatan 4 x 120-cell batteries, kapal selam tersebut bisa melaju hingga 21,5 knots saat berada di bawah permukaan laut.
Kapal selam yang teknologinya diadopsi dari teknologi Jerman itu, merupakan kapal selam dengan Latest Combat System, Enhanced Operating System, Non-hull Penetrating Mast and Comfortable Accomodation, serta dilengkapi dengan peluncur torpedo yang mampu meluncurkan torpedo 533 mm dan peluru kendali anti kapal permukaan.
Rencanannya kapal selam produksi kedua akan rampung pada tahun ini.
Sementara kapal selam produksi terakhir yang mayoritasnya adalah buah tangan anak negeri, akan rampung pada tahun 2018 ini.
Mengenai proyek selanjutnya yakni produksi 12 unit kapal selam, Ryamizrad Ryacudu belum bisa memastikan waktunya.
“Ya bertahap lah, tunggu saja,” katanya.
♖ Tribunnews
Garang dan Cantik
Sejauh ini kita sudah mengenal rantis P2 Commando buatan PT. Sentra Surya Ekajaya. Rantis ini bahkan sudah dibeli dan digunakan oleh Pakhas dan Paspampres. Namun demikian, pengembangan P2 tidak berhenti begitu saja. Rabu (23/08) pagi, Rantis P2 yang dilengkapi Senjata Remote atau RCWS menjalani uji di Dislitbang TNI-AD di Bandung Jawa Barat.
RCWS yang dikawinkan dengan P2 ini adalah buah kerjasama antara PT.SSE dengan Reutech, perusahaan asal Afrika Selatan. RCWS yang bernama lengkap Reutech Rogue ini bisa dipasangkan senapan mesin berat kaliber 12,7mm. Pada versi lainnya, Roque bahkan bisa dilengkapi dengan cannon 20mm atau peluncur granat 40mm. Selayaknya RCWS, kendali dilakukan di dalam kabin rantis P2. Untuk pembidikan, Roque bisa dilengkapi dengan berbagai macam kamera serta laser range finder. Pada versi paling standar RCWS ini dilengkapi dengan kamera siang dan kamera thermal untuk malam hari. Selain itu, Roque juga dilengkapi dengan Gyro stabilisasi agar tembakan bisa mengarah dengan stabil.
Dengan pemasangan RCWS, tentu bukan hanya meningkatkan daya gempur rantis lansiran Tangerang ini. Tapi juga meningkatkan keamanan bagi penembak, karena tak perlu lagi memunculkan diri di kubah senjata untuk membidik sasaran. Keuntungan lainnya, dengan kamera thermal, kemampuan pengintaian juga meningkat drastis di segala cuaca.
P2 sendiri bisa dikategorikan sebagai Panser ringan atau intai dengan bobot tempur hanya 4,5 ton. Dengan bobot demikian, maka P2 mudah diangkut ke dalam ruang kargo Pesawat Hercules. Rantis ini juga mampu menahan tembakan hingga kaliber 7,62mm serta melaju hingga 500 km.
♖ ARCinc
✈️ Untuk Pasar Afrika
✈️ Pesawat terbang N-219 [Republika]
Turkish Aerospace Industries, industri pesawat terbang asal turki berminat menjalin kerja sama produksi dengan PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) membuat pesawat N219. Kerja sama produksi antara PTDI dengan Turkish Aerospace Industries dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar di Afrika.
"Turkish Aerospace Industries tertarik kerja sama. Ingin join dengan kita, produksi di mereka dan dijual di Afrika umpamanya," ujar Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Kerja sama produksi ini dilakukan untuk melebarkan penjualan pesawat N219 ke luar negeri. Pasalnya, jika diproduksi di Bandung, pengiriman pesawat N219 tidak ekonomis.
"Secara logistik kalau saya bikin pesawat di Bandung dan customer di Afrika pesawatnya kan kecil, mau diterbangkan secara logistik enggak memungkinkan. Kalau pakai kapal laut butuh waktu lama, paling bagus kita assembly dekat Afrika supaya deliver langsung dari situ," tutur Arie.
Arie menambahkan, dengan demikian pasar pesawat buatan PTDI, khususnya N219 bisa semakin luas dan diminati banyak negara di dunia.
"Jadi lebih kepada regional marketing dan regional logistiknya lebih memungkinkan, daripada membuat di sini dan mengirim ke seluruh dunia," kata Arie.
Sebelumnya perusahaan Turki, FNSS, juga bekerja sama dengan PT Pindad (Persero) membuat medium tank bernama MT Kaplan. Tank ini mampu melesat hingga 70 kilometer (km) per jam dengan jarak tempuh maksimal sekali jalan 450 km. Medium tank ini juga dilengkapi dengan meriam dengan kaliber 105 mm yang diadopsi dari Cockerill Maintenance & Ingenierie SA Defense dari Belgia dan 7.62 mm Coaxial Machine Gun.
Untuk Pantau Perbatasan
UAV Sriti ☆
Indonesia mengembangkan pesawat tanpa awak (drone) Medium Altitude Long Endurance (MALE) untuk mengawasi kawasan perbatasan. Pengembangan telah dimulai tahun 2015 dan ditargetkan bisa memasuki tahap produksi pada 2022.
Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Wahyu Pandoe mengungkapkan, pengembangan drone bertujuan mengurangi ketergantungan alat pengawasan pada produk luar negeri. “Selama ini ketergantungan kita tinggi,” katanya.
Pengembangan akan dilakukan lewat kerjasama antara BPPT, Kementerian Pertahanan, PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, dan Institut Teknologi Bandung. Total biaya proyek drone tersebut mencapai Rp 90 miliar, berasal dari BPPT dan Kemenhan.
Dibanding dengan drone Alap-alap dan Sriti yang telah dikembangkan sebelumnya, MALE punya kelebihan. “Ini bisa terbang 24 jam hingga ketinggian lebih dari 15.000 kaki,” kata Bona P Fitrikananda, Manager Program Pesawat Terbang Tanpa Awak di PT Dirgantara Indonesia.
MALE bakal dirancang untuk mampu membawa muatan hingga 300 kg. sejumlah sensor dan perangkat yang bakal dipasang nantinya adalah kamera, sensor inframerah, Synthetic Aperture Radar (SAR), signal dan electronic intelligent.
“Kita harapkan pemantauan kawasan perbatasan nanti bisa tercover. Dengan inferamerah kita bisa melihat apa yang terjadi di bawah. Katakanlah ada oknum yang bersembunyi, nanti bisa terlihat” ujar Bona dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (21/8/2017).
Ditargetkan, nantinya akan ada 11 pangkalan untuk mengontrol drone MALE, tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bona mengatakan, saat tiba fase produksi nanti, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mencapai 75-80 persen.