Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Soetrimo bertemu dengan Wakil Menteri Pertahanan Turki Ismail Demir, di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Rabu (6/9/2017).
Dalam pertemuan bertajuk The 6th Defence Industry Cooperation Meeting, keduanya membahas mengenai kerja sama antara Indonesia dan Turki pada bidang industri pertahanan.
Seperti dikutip dari keterangan pers Kementerian Pertahanan, Indonesia memandang Turki sebagai partner yang sangat penting.
Pertemuan tersebut menunjukkan peran Turki sebagai partner strategis Indonesia sangat besar.
Pada pameran industri pertahanan IDEF 2016 di Istanbul, Indonesia dan Turki meluncurkan Medium Tank Kaplan, hasil kerja sama PT Pindad dengan FNSS.
Soemitro mengatakan, kerja sama antara Indonesia dan Turki semakin kuat setelah kunjungan Presiden Turki ke Indonesia pada 2011 dan 2015.
Pada kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ankara, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang kedirgantaraan dan alat komunikasi.
“Terkait dengan kerja sama industri persenjataan dan pertahanan, Indonesia mengapresiasi komitmen kuat Menhan Turki, baik dalam kerangka government to government maupun business to business. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan kemampuan industri pertahanan Indonesia,” ujar Soetrimo.
Saat ini, Kementerian Pertahanan RI dan Kementerian Pertahanan Turki sedang menjajaki penyusunan Defence Cooperation Agreement (DCA) sebagai payung hukum kerja sama pertahanan.
Pihak Indonesia sudah mengirimkan draf DCA tersebut dan tinggal menunggu persetujuan dari pihak Turki.
Ilustrasi ✬
PT Dirgantara Indonesia dan Universitas Indonesia (UI) mengagas kerja sama pengembangan pembuatan software pesawat terbang.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI, Andi Alisyahbana mengatakan, banyak potensi kerja sama yang bisa dilakukan antara PT DI dan UI dalam bidang teknologi informasi (IT). PT DI sebagai perusahaan pembuat pesawat memerlukan pengembangan teknologi misalnya dalam bentuk software.
“Misalnya pada IT, kami butuh software untuk produksi. Begitupun pada produknya, kami perlu software untuk pesawat. Itu yang sedang dibangun, sehingga nanti diharapkan mereka bisa terlibat,” jelas Andi usai pertemuan antara UI dan PT DI di Bandung, Selasa (5/9/2017).
Menurut dia, selain kerja sama pembuatan software pesawat terbang, UI dan PT DI bisa membangun kerja sama yang lebih luas lagi. Misalnya kerja sama sosial, politik, dan marketing. Kerja sama itu perlu dibangun, melihat potensi SDM yang dimiliki UI.
“Mereka (UI) pun berharap mahasiswa S1 dan S2-nya bisa melakukan penelitian di PT DI. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan tindakan yang saling mendukung,” ujar dia.
Selama ini, lanjut dia, kerja sama antara UI dan PT DI telah berjalan. Kerja sama itu dalam bentuk laboratorium pengembangan pesawat N219 untuk human access.
Dia berharap, melalui kerja sama lebih luas lagi dengan UI, produk PT DI bisa dimanfaatkan lebih maksimal di dalam dan luar negeri. Hal itu sesuai dengan target PT DI pada 2026 menjadikan produk pesawatnya lebih banyak dipakai kalangan sipil.
Saat ini, diakui dia, produk PT DI seperti NC212 dan CN235 banyak dipakai militer. “Saat ini produk kami hampir 80% dipakai militer. Ke depan, kami berharap komposisinya 50% dipakai sipil. Walaupun, kami juga memproduksi pesawat multi purpose, bisa untuk sipil atau militer,” beber dia.
CN235 MPA TNI AU [Hindawan H]
Produsen alat utama sistem senjata (alutsista), PT Pindad (Persero) membenarkan rencana pemindahan atau relokasi pabrik dari Bandung, Jawa Barat ke Lampung. Rencana ini merupakan keputusan dari pemerintah dalam hal ini Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu.
“Benar (rencana pindah) ke Lampung. Bareng sama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan PT PAL Indonesia,” tegas Sekretaris Perusahaan Pindad, Bayu Arif Fiantoro, Jakarta, Senin (4/9/2017).
Bayu mengaku, manajemen Pindad, PT DI, dan PT PAL Indonesia telah diajak berdiskusi oleh Menhan beberapa waktu lalu terkait rencana pemindahan pabrik tiga BUMN tersebut. Pertemuan itu adalah yang pertama kalinya.
“Ini baru rencana awal sekali. Bertemu saja baru sekali dengan Pak Menhan. Baru identifikasi bangunan, inventarisir lahan, mesin-mesinnya, dan data-data mengenai itu sudah kami berikan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa rencana relokasi pabrik dari Bandung ke Lampung merupakan ide dan kemauan pemerintah. Sebagai perusahaan milik negara, Pindad akan patuh terhadap keputusan pemerintah.
“Ya kemauan pemerintah. Pindad patuh saja terhadap keputusan pemerintah ini karena pasti sudah dipikirkan, dipertimbangkan secara masak dari berbagai aspek termasuk lokasi produksi dan ribuan karyawan,” Bayu menjelaskan.
Menurutnya, alasan pemindahan pabrik tersebut lebih karena ingin menyatukan industri pertahanan nasional, seperti PAL Indonesia, PT DI, dan Pindad dalam satu lokasi. Jadi nantinya seperti kawasan industri yang di dalamnya ada tiga pabrik BUMN tersebut.
Untuk diketahui, saat ini markas Pindad dan PT DI berada di Bandung. Sedangkan PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur.
“Lebih karena ingin menyatukan darat, laut, udara di satu lokasi. Kita kan industri strategis, tidak boleh bersentuhan dengan aktivitas masyarakat. Nanti kayak kawasan industri, jadi satu,” ucapnya.
Bayu menambahkan, luas lahan komplek Pindad di Bandung 66 hektare (ha). Sedangkan khusus untuk divisi amunisi berada di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang menempati lahan seluas 166 ha. Perusahaan sanggup memproduksi 80 unit kendaraan tempur per tahun, dan produksi amunisi ditargetkan 120 juta per tahun.
Sementara untuk kebutuhan lahan, pendanaan, dan lainnya, Bayu masih bilang terlalu dini. “Kami belum tahu, detilnya mungkin dengan Pak Menhan. Karena ini baru rencana awal sekali, kami sih ngikut kemauan pemerintah,” tegasnya.
Namun demikian, Bayu memperkirakan, pemindahan atau relokasi pabrik ini tidak akan dalam waktu dekat. Prediksinya dalam waktu 5 tahun ke depan.
“Kami rasa tidak serta merta prosesnya, tapi secara bertahap. Jadi di sana (Lampung) produksi, di sini (Bandung) produksi. Kan harus mikirin lebih dari 3.000 karyawan juga. Jadi rencana pindah kami pikir 5 tahun ke depan, tidak dalam jangka pendek ini karena pasti butuh waktu dan dana tidak sedikit,” tuturnya.
Ujiterbang N219 [def.pk]
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) kembali unjuk gigi atas suksesnya penerbangan perdana pesawat N219. Suksesnya penerbangan tersebut membuat PT DI berbenah dan terus berinovasi. Tujuannya untuk terus melakukan pengembangan industri dirgantara Tanah Air.
Salah satu yang dilakukan PT DI yakni menggandeng Universitas Indonesia (UI). Ini dilakukan untuk penguatan dan pengembangan Industri Dirgantara Indonesia dan Industri Pertahanan secara nasional.
Jajaran pimpinan UI Selasa (5/9) pagi ini melakukan pertemuan dengan direksi PT DI, di Jalan Pajajaran, No 154 Bandung, Jawa Barat. Dari pihak UI langsung dihadiri Rektor Muhammad Anis beserta para dekan. Turut juga hadir Staf Ahli Diplomasi Ekonomi, Ridwan Hasan dan Kemenlu RI. Mereka diterima langsung Direktur Utama PT DI, Elfien Guntoro.
“Dalam rangka mendukung upaya pemerintah untuk menjadikan industri pertahanan Indonesia yang mandiri pada 2045, UI terbuka bekerja sama baik antar lembaga termasuk dengan industri pertahanan nasional khususnya dalam hal ini PT DI,” kata Anis.
Dia mengatakan, untuk mewujudkan target, tentu sejumlah strategi alih teknologi dan peningkatan kualitas SDM dibutuhkan. Diyakininya UI di sini bisa berkolaborasi dengan PT DI khususnya mencetak SDM handal mengelola kemandirian bangsa pada Industri Ke-Dirgantaraan.
“Kami juga mampu mendukung lewat berbagai penelitian dan pengembangan serta rekayasa inovasi teknologi pertahanan,” sebut Anis.
Sebagai salah satu dukungan UI pada pemerintah menuju Industri Pertahanan Indonesia mandiri pada 2045, UI tengah menggencarkan peningkatan produktifitas penelitian serta pengembangan inovasi para civitas akademika-nya. Di antaranya pengembangan alutsista Kapala Makara 05 dan Makara 06. Kapal itu merupakan drone permukaan laut karya mahasiswa Fakultas Teknik UI dengan menerapkan teknologi tanpa awak.
Dengan berbagai pengembangan inovasi yang sudah dibuat, UI berharap bisa juga meningkatkan kualitas produk dan SDM yang dimilikinya. “Dengan adanya sinergi dan peran dari UI dapat meningkatkan kualitas SDM handal dan profesional di PT DI khususnya sebagai Industri Pertahanan Indonesia yang mandiri pada 2045 mendatang,” ucap Elfien.
Sekadar diketahui PT DI merupakan BUMN yang menghasilkan produk-produk utama pesawat terbang, komponen pesawat terbang, jasa perawatan pesawat terbang dan jasa rekayasa. Sejak berdiri 1976 berbagai karya anak bangsa dihasilkan yakni CN235-220, NC212i, CN295 dan teranyar N219. PTDI juga sudah menghasilkan berbagai skema produksi bersama varian airbus helicopter.
Selain itu PT DI juga membuat dan memproduksi bagian dan komponen tools serta fixtures untuk pesawat Airbus tipe A320 dan A380.
Dibeli Thailand Hingga Korea
CN235 Patmar ☆
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memosting foto pesawat CN235 di akun Facebook miliknya. Jokowi membanggakan pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) lantaran laris dibeli sejumlah negara.
"Inilah pesawat CN235 produksi PT Dirgantara Indonesia yang digunakan oleh Angkatan Udara Senegal di Afrika. Pesawat lainnya juga telah dikirim ke kepolisian Kerajaan Thailand dan penjaga pantai Korea Selatan," ujar Jokowi, dikutip dari akun Facebook resminya, Jumat (1/9/2017).
Jokowi mengatakan, di berbagai negara CN235 dikenal sebagai pesawat multiguna. Digunakan untuk evakuasi medis, angkut penerjun, kargo, sipil, maupun VIP dan VVIP.
Jokowi menambahkan, pengiriman pesawat CN235 bukan hanya perdagangan semata, melainkan juga sebagai diplomasi ekonomi.
"Pengiriman pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia ini bukan sekadar aksi perdagangan belaka, tapi sekaligus diplomasi ekonomi Indonesia di dunia," tutur Jokowi.
Selain Senegal, Thailand, dan Korea Selatan, Nepal juga membeli pesawat CN235 khusus untuk angkutan militer, yaitu CN235-220 Military Transport.
Pesawat CN235 sendiri terdiri atas tiga jenis, yaitu CN235-220 Civil, CN235-220 Military, serta CN235-220 Mission dengan berbagai kegunaan yang berbeda-beda. (hns/rvk)
Sublime addition: Indonesian Navy personnel stand on the deck of the KRI Nagapasa 403 at the naval port in Surabaya, East Java, on Monday. The KRI Nagapasa 403, the third and most recent submarine added to the Indonesian Navy, was built by Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering in South Korea.
KRI 403 Nagapasa ★
Shipmaker PT PAL Indonesia has expressed confidence that it will be able to deliver a third submarine ordered by the Indonesian Navy on time.
The company has reasons to be upbeat: Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co (DSME) has trained more than 200 Indonesians in South Korea as part of a transfer-of-technology agreement between the two companies.
PT PAL, with the assistance of DSME, is expected to deliver the third submarine in late 2018.
The state-owned shipmaker’s president director, Budiman Saleh, conceded that when working on the first and second Changbogo Class submarines in South Korea, the company made a number of mistakes.
However, none have been made during the building of the third submarine.
“This is a historic moment for us, PT PAL, because according to DSME’s supervision, we have made zero mistakes when working on the third submarine in Surabaya,” Budiman said on the sidelines of a ceremony for the third submarines which was held at the grand assembly area of the company’s warship division in Surabaya on Monday.
He added that with the expertise of its employees, PT PAL would be able to independently master submarine-building technology, the highest level of technology in the shipyard industry.
The company is currently working on joining and integrating different sections made separately in DSME’s factory in South Korea into the single hull of a submarine.
DSME won the bid for building three submarines for the Indone- sian Navy. It invited PT PAL Indonesia to take part in the project through a transfer-of-technology scheme.
The government has previously disbursed Rp 1.5 trillion (US$ 112.4 million) through a state capital injection (PMN) scheme that PT PAL used to develop a submarine factory and purchase various supporting equipment needed in the process of joining and integrating the third submarine.
The company uses a five-section joining technique starting from the stern to the bow of the submarine.
If the process succeeds, PT PAL Indonesia will be able to build the fourth, fifth and sixth submarines independently.
“We are targeting to produce the fourth, fifth and sixth submarines entirely in PAL,” Budiman said.
In a related development, the Navy chief of staff Adm. Ade Supandi led the ceremony to welcome the arrival of KRI Nagapasa-403 submarine at Ujung Koarmatim pier, Surabaya, from South Korea, after being officially launched by Defense Minister Ryamizard Ryacudu earlier this month.
The KRI Nagapasa-403, according to Ade, was the first of the three submarines built by PT Pal and DSME in South Korea and Indonesia.
“The KRI Nagapasa-403 can produce a deterrent effect in the region, improve the Navy’s performance in conducting its tasks and actively strengthen Indonesia’s defense,” Ade said.
The submarine, which was commanded by Lt. Col. Harry Setyawan, traveled from South Korea with 41 crew members on board.
It took 16 days for the 61.3-meter vessel to arrive in Indonesia.
With an underwater speed of about 21 knots, the submarine can travel for more than 50 days and carry 40 crew members.
It is equipped with eight torpedo tubes.
The KRI Nagapasa-403 boasts the latest combat system, an enhanced operating system, nonhull penetrating mast, comfortable accommodation, as well as torpedo launchers capable of launching 533 mm torpedoes and anti-surface ship missiles.